Judul :
The Conglomerate Mindset
Penulis :
Abdul
Madjid Al Zindani
Penerbit :
Alzin Organizer
Cetakan : Pertama, Agustus
2016
Tebal :
200 Halaman
ISBN : 978-979-0557-01-7
Tidak mudah
mencapai kesuksesan pada usia muda. Namun begitu, ini bukan berarti mustahil
diwujudkan. Buku The Conglomerate Mindset menceritakan perjalanan
seorang anak muda bernama Al Zindani yang sudah terjun ke dunia bisnis sejak
usia 15. Di usia 16 tahun dia sudah memiliki bisnis properti sendiri. Ia bahkan
sudah mengakuisisi beberapa merek di usia 19 melalui perusahaannya, Alzin
Capita.
Al Zindani menyadari
betul conglomerate mindset seseorang perlu dibangun sejak muda. Calon
konglomerat menjadikan pikiran besar sebagai tindakan dasar mencapai
kesuksesan. Kunci menjadi entrepreneur bukanlah teknis awal, tapi cara
bermain pikiran. Conglomerate mindset yang harus dibangun
lebih dulu sebelum mengetahui dan mempelajari teknis.
Kandidat konglomerat
memiliki rencana menembus jarak, ruang, waktu, dan mampu menyelesaikan berbagai
masalah. Rata-rata para konglomerat membagi impian dalam jangka pendek, menengah,
dan panjang. Jangka pendek antara satu sampai dua tahun. Jangka menengah
berkisar lima sampai 10 tahun. Sementara jangka panjang merupakan target 30
tahun ke depan.
Setiap impian
membutuhkan cara berbeda-beda untuk mewujudkannya. Impian jangka pendek
dan menengah dicapai dengan rumus: smart, miserable, realistic,
enthusiastic, dan timing (halaman 64). Impian jangka panjang
diwujudkan dengan berani menjadi “orang gila.”
Perlu digaris bawahi,
calon konglomerat menjadikan pikiran sebagai rencana pasti.
Ibarat sebuah anak tangga, tahap demi tahap untuk mewujudkan impian telah
direncanakan secara matang. Pada saat calon konglomerat sudah memiliki goal,
langsung dibuat planning.
Mengubah mindset
sangat penting dalam menghadapi masalah. Dia harus terus naik
kelas dan masalah itu akan membangun mentalnya. Mental semakin kuat akan
tambah bijaksana pula dalam mengambil keputusan. Seperti mental penulis sendiri
yang sudah terbangun sejak berusia 13 tahun, ketika harus bergaul dengan
orang-orang besar yang jauh lebih tua dan berpikiran jauh lebih besar,
tak masalah.
Seorang bakal
konglomerat pun harus bisa mengimbangkan antara fisik, emosional, hati, dan
pikiran. Di awal berbisnis seorang konglomerat pasti banyak gagal. Contohnya
saja seperti Chairul Tanjung atau Sandiaga Uno. Chairul Tanjung pernah berkata
bahwa kegagalan adalah sahabat baiknya. Sedangkan Sandiaga Uno
menegaskan, seorang entrepreneur tidak mungkin tidak pernah
gagal (halaman 69).
Tulisan “Where
am I?” mengajak pembaca untuk menganalisis posisi sebagai employee,
hanya menjadi pegawai yang serbaterikat atau menjadi pimpinan
tidak terikat. Self employee bekerja tidak hanya untuk
diri sendiri serta tidak terikat waktu dan penghasilan. Pada posisi
pegawai harus bekerja lebih keras dan memiliki lebih banyak waktu
untuk mendapat banyak penghasilan.
Posisi lainnya
sebagai business owner yang mendapat penghasilan dari sebuah
sistem bisnis yang dibangun. Posisi ini tidak terikat waktu karena
menggunakan sistem Other People Time (OPT), Other People Money
(OPM), dan Other People Inovation. Terakhir posisi sebagai
investor yang mendapat penghasilan dengan menanamkan modal. Uanglah yang
bekerja. Pada bab ini pembaca dapat menganalisis sendiri posisinya
sekarang.
Buku ini sangat
cocok untuk dibaca oleh start-up entrepreneur karena mengajarkan
ilmu terapan dan menjelaskan bahwa umur bukan segalanya. Pendidikan di
sekolah atau kuliah tidak menjamin kesuksesan. Mindset tepat akan membuat seseorang sukses muda.
Dimuat di Koran Jakarta Edisi 22 September 2016
b
No comments:
Post a Comment
Tata Tertib Berkomentar di Blog Ini:
-Dilarang promosi iklan
-Dilarang menyisipkan link aktif pada komentar
-Dilarang komentar yang berbau pornografi, unsur sara, dan perjudian