Judul :
Petang Panjang di Central Park
Penulis :
Bondan
Winarno
Penerbit :
Noura Books
Cetakan : Pertama, 2016
Tebal :
360 Halaman
ISBN : 978-602-385-187-4
Buku berjudul Petang
Panjang di Central Park ini ditulis oleh Bondan Winarno yang lebih dikenal
sebagai pakar kuliner ketimbang penulis. Tidak banyak orang yang tahu bahwa
Bondan Winarno sebelumnya adalah seorang penulis sebelum terkenal sebagai
pencicip makanan dalam sebuah acara televisi yang terkenal dengan jargon “maknyus”. Banyak cerpennya yang telah dimuat
di majalah dan koran. Buku ini merupakan kumpulan cerpen Bondan yang pernah
dimuat di berbagai koran tersebut. Melalui buku ini Bondan menyajikan berbagai
masalah kehidupan yang dibumbui dengan kisah percintaan, persahabatan, rumah
tangga, dan juga perbedaan. Menggunakan setting
yang indah seperti di wilayah Indonesa Timur, Paris, Filipina, India, dan New
York.
Pada kisah
berjudul Lenso Merah dan Lenso Putih
mengisahkan tentang cinta sepasang sejoli yang berasal dari latar belakang
berbeda bernama Duon dan Hamidah. Duon adalah pemuda beragama Kristen dari
Kampung Silale sedangkan Hamidah adalah seorang muslim dari Gang Banyo. Kedua
desa tersebut memang saling berseteru hingga terjadi peperangan yang menelan
banyak korban dari kedua belah pihak.
Di tengah
peperangan yang tengah berlangsung, Duon tertembak. Dalam kondisi kritis ia
dibawa ke gereja oleh pendeta Sahalessy dan jemaah Kampung Silale. Di tengah
perang tersebut Hamidah kekasihnya diselundupkan dari Gang Banyo untuk dibawa
ke gereja agar bisa menemui Duon. Namun sayang kekasih yang sangat ia cintai
menghembuskan nafas terakhirnya. Duon meninggal dengan lenso atau sapu tangan merah di tangannya.
Kemudian ayah
Hamidah, Haji Idris dan para pemuda Gang Banyo mendatangi gereja tempat
meninggalnya Duon. Haji Idris bersalaman dengan Pendeta Sahalessy dan segera
mengambil lenso merah dari tangan
Duon dan mengikatnya dengan lenso
putih dari tangan Hamidah. Pada akhirnya warga muslim dari Gang Banyo yang
menggunakan lenso putih dan warga
Kampung Silale yang menggunakan lenso
merah saling berpelukan dan mengikatkan lenso
merah putih di kepala mereka masing-masing. Tidak bisa merah sendiri atau putih
sendiri karena merah dan putih harus bersatu (hal 311).
Kisah ini
mengajarkan akan pentingnya menjaga ikatan persaudaraan dan persatuan.
Perbedaan yang ada bukanlah alasan untuk bermusuhan. Perbedaan adalah bumbu
kehidupan yang seharusnya membuat kehidupan akan lebih berwarna. Kisah ini
sangat sesuai dengan kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
belakangan ini. Munculnya konflik antar umat beragama terjadi karena didasari
faktor politis maupun superioritas beragama semata. Kisah ini mengingatkan akan
pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Walaupun berbeda-beda tapi tetap
harus bersatu.
Cerita menarik
lain dapat ditemukan pada kisah berjudul Sebuah Rumah Berdinding Batu di
Kalipasar. Kisah ini menceritakan tentang orang yang serakah pada saudaranya
sendiri. Omar Sadikin, seorang purnawirawan harus mengelus dada menerima
perlakuan adiknya sendiri yang begitu sangat serakah dan tidak tahu diri. Niat
hati membantu sang adik dengan meminjamkan rumah yang tidak ditinggali selama
ia bertugas justru membuatnya kehilangan rumah tersebut. Rumah di jalan
Kalipasir itu justru diakui oleh adiknya sebagai miliknya. Tak cukup merebut
rumah kakaknya saja, ia juga membuat sang purnawirawan itu menjadi terdakwa.
Sungguh ironi sekali kisah ini, seorang pemilik yang justru dituduh sebagai
pencuri. Seorang yang sudah menolong tapi justru ditikam.
Lagi-lagi kisah
tentang ketidakadilan dan keserakahan yang diracik Bondan Winarno ini juga
sesuai dengan persoalan yang terjadi sekarang di negeri ini. Beberapa kali
terjadi kisah serupa ini ditengah-tengah masyarakat. Mulai dari anak menuntut
ibu atau ayah kandung sendiri dengan uang tuntutan mencapai milyaran rupiah
sampai orang yang tega menghabisi satu keluarga demi menguasai harta korban.
Itu semua adalah bentuk dari sifat keserakahan yang dimiliki manusia. Sifat
serakah yang bahkan tidak mengenal hubungan keluarga apalagi balas budi.
Terdapat pesan
dan kritik sosial dari setiap kisah yang diracik Bondan Winarno dalam buku ini.
Setiap kisah disajikan dengan begitu apik dan pelajaran yang berbeda dapat
diambil dari berbagai sisi. Buku ini sungguh komplet karena segala cita rasa
dapat ditemukan di sini. Mulai dari cinta, kesedihan, kekosongan, penghianatan,
kesetiaan, kesepian sampai luka yang tidak terperi.
Dimuat di Radar Sampit Edisi 23 Juli 2017
n
No comments:
Post a Comment
Tata Tertib Berkomentar di Blog Ini:
-Dilarang promosi iklan
-Dilarang menyisipkan link aktif pada komentar
-Dilarang komentar yang berbau pornografi, unsur sara, dan perjudian