Judul : Hartini: Memoar Seorang
Perempuan dengan HIV
Penulis : Anang YB
Editor : Andy F. Noya
Penerbit : Kompas
Cetakan : Pertama, 2016
Penerbit : Kompas
Cetakan : Pertama, 2016
Tebal : 200 Halaman
ISBN : 978-602-412-012-2
ISBN : 978-602-412-012-2
Buku
ini berkisah tentang kehidupan nyata seorang ibu rumah tangga bernama Hartini. Hartini
harus rela kehilangan Nandito, buah hati tercintanya yang belum genap berusia
setahun. Nandito pergi untuk selama-lamanya akibat sebuah penyakit yang tidak
pernah dia bayangkan. Dua minggu sebelum Nandito meninggal Hartini baru
mengetahui bahwa Nandito HIV positif.
“HIV
itu AIDS? Nandito sakit itu?” Hartini merasa seperti tertimpa runtuhan bata
tepat di atas kepalanya. Kabar itu terlalu mengagetkan dirinya (hal. 20).
Nandito meninggal karena HIV positif sehingga dokter mnyarankan agar Hartini
dan suami menjalani test VCT. Namun suami Hartini menolak untuk melakukan test
karena merasa dirinya sehat sedangkan Hartini menjalani test tersebut untuk
membuktikan bahwa dia bukanlah seorang dengan HIV positif.
Dua
minggu serelah menjalani test VCT hasilnya pun keluar. Hasil test VCT membuat
Hartini seolah mendadak lumpuh. Seluruh sendi di badannya seolah terlepas.
Ingin rasanya saat itu Hartini meninggalkan dunia ini. Hartini dinyatakan HIV
positif! Cobaan ini jauh dari gambaran terburuk yang bisa dilukiskan Hartini.
Siapakah
yang menularkan penyakit ini? Menuduh suami pun hampir mustahil. Orang sakit
AIDS setahu Hartini adalah orang kurus, hampir mati, selalu berbaring di tempat
tidur, dan kulit rusak. Sementara Leo ataupun dua suami sebelumnya adalah
pria-pria sehat. Leo dan Hartini sepakat untuk tidak bercerita pada keluarga
dengan alasan hal itu akan membuat malu keluarga.
Setelah
kepergian Nandito, Hartini mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.
Kekerasan itu sebenarnya sudah terjadi sejak awal pernikahan dan terus berulang.
Leo, suaminya seperti mempunyai dua kepribadian. Leo terlalu posesif. Hingga
akhirnya Hartini memutuskan untuk bercerai karena tidak tahan dengan perlakuan
Leo. Inilah ketiga kalinya Hartini gagal dalam membina rumah tangga.
Semenjak
bercerai, Hartini rutin berkunjung ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan
kesehatan bagi ODHA. Hartini mulai bergabung dengan IPPI (Ikatan Perempuan
Positif Indonesia) dan LSM kesehatan. Di LSM inilah Hartini bertemu Tarmono
yang juga ODHA. Mereka berdua akhirnya menikah. Hartini sengaja membuat
komitmen dengan Tarmono bahwa mereka menikah dengan tujuan mempunyai anak. Hartini
tahu bahwa meskipun ODHA mereka masih memiliki harapan untuk mempunyai anak
yang sehat.
Belakangan
Hartini mendapat informasi bahwa HIV positif tidak harus menikah dengan HIV
positif karena itu justru mempersulit. “Kalau keduanya sakit, siapa yang akan
menjaga dan merawat?” begitu pesan salah satu dokter sahabat Hartini (hal. 113).
Tumbuh sedikit penyesalan dalam diri Hartini karena terburu-buru memutuskan
menikah dengan sesama HIV positif ditambah lagi dengan kebiasaan Tarmono yang
hobi berjudi dan mengkonsumsi metadon. Hartini tidak tahan lagi dengan
perkawinan yang mulai mengering tanpa cinta. Juga tanpa nafkah. Hartini
memutuskan mengakhiri perkawinan.
Selepas
bercerai yang keempat kali, Hartini kembali membina rumah tangga dengan seorang
laki-laki sehat yang menerima apa adanya kondisi dirinya, baik statusnya
sebagai janda ataupun ODHA. Laki-laki itu bernama Firman. Mereka berdua
sama-sama ingin mempunyai anak sehingga selalu berkonsultasi pada dokter.
Hartini tidak ingin suami yang dia cintai tertular HIV selain itu Hartini ingin
mempunyai anak yang sehat.
Kini
Hartini mulai berani membuka statusnya sebagai ODHA. Dia pernah tampil di acara
TV dengan topik soal HIV dan kekerasan. Bahkan Hartini pernah menjadi
narasumber di acara Kick Andy. Keberanian Hartini untuk tampil secara terbuka
telah menginspirasi ODHA lain. Hartini mampu membuktikan bahwa ODHA bisa hidup
normal, tidak menyusahkan orang lain, bisa mempunyai anak yang sehat, dan masih
bisa membangun keluarga yang bahagia.
Melalui
kisah Hartini dalam buku ini, Anang YB selaku penulis berusaha membuka mata
masyarakat bahwa persepsi masayarakat yang sering mengidentikkan ODHA hanya
pekerja seks dan pecandu narkoba perlu diubah. Ibu rumah tangga juga rentan
terkena HIV. Lewat buku ini pembaca akan lebih tahu mengenai HIV dan AIDS
sehingga tidak terjebak dalam stigma negatif terkait ODHA.
Resensi ini dimuat di Harian Nasional edisi Sabtu-Minggu 30 April-1 Mei 2016
No comments:
Post a Comment
Tata Tertib Berkomentar di Blog Ini:
-Dilarang promosi iklan
-Dilarang menyisipkan link aktif pada komentar
-Dilarang komentar yang berbau pornografi, unsur sara, dan perjudian