Wednesday, June 29, 2016

Dokter Sarat Inspirasi





Judul                : dr. Lo: Sang Maestro Kehidupan 
Penulis             : dr. Nadjibah Yahya dan dr. Aviaddina Ramadhani
Penerbit           : Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Cetakan           : Pertama, April 2016 
Tebal               : xii+188 Halaman
ISBN               : 978-602-73871-3-3 

     Kenangan masa kecil melihat ayah  menderita, tapi tak ditangani secara serius, membuat Lo Siaw Ging kecil bertekad menjadi seorang dokter. Ia ingin menjadi seorang dokter yang mampu melayani kesehatan sebaik-baiknya agar masyarakat tak perlu merana layaknya seperti bapaknya. Kesehatan seolah kemewaan  yang susah didapat. 
   Selepas   SMA,   Lo  melanjutkan ke fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Suatu saat ayahnya berpesan,”Kalau jadi dokter, jangan menjadi pedagang.” Pesan singkat ini  sarat makna dan kelak  menjadi prinsip  Lo dalam melayani kesehatan masyarakat (halaman 14). 
    Seorang pedagang selalu berpikir mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun seorang dokter tidak sepantasnya berpikir demikian. Dokter bukanlah penjual jasa yang memperdagangkan pelayanan. Dokter juga bukan pedagang yang mungkin mencari keuntungan dari menjual obat kepada pasien. Dokter adalah pekerja sosial. Dia memberikan ilmu murni untuk sebuah pelayanan. Jangan berharap kaya jika menjadi dokter. Jangan berharap meraup keuntungan dengan melayani sebagai seorang dokter. 
     Dr Lo juga terlibat dalam penanganan wabah weil disease (leptospirosis) yang menyerang Gunung Kidul, Yogyakarta tahun 1950-an hingga awal 1960-an. Keikutsertaan Lo dalam misi sosial ini murni sebagai relawan. Mungkin karena sering berinteraksi dengan penyakit tersebut, Lo pun tertular dan sempat  koma selama 5 hari. Pintu kematian seolah sudah di depan mata. 
      Namun,  Tuhan masih memberi kesempatan, dr Lo berhasil melewati masa krisis. Kesehatannya berangsur-angsur membaik. Merasa diberikan kesempatan hidup kedua oleh Tuhan, Ia bertekad mendermakan seluruh ilmunya murni untuk melayani masyarakat. Ia ingin menebus utang nyawa pada Sang Pencipta. 
     Dr Lo tidak pandang bulu dalam melayani pasien. Dia tetap memeriksa dan melayani kesehatan seorang preman, yang sering memeras dr Lo untuk minta uang. Lo tanpa ragu menanggung urusan keuangan saat preman tersebut harus dirawat intensif di ruang ICU. Kata Lo, “Jangan balas kejahatan dengan kejahatan. Mungkin suatu saat orang seperti ini masih bisa berubah menjadi orang baik” (halaman 60). 
     Lo memang dikenal sebagai dokter menggratiskan biaya periksa dan obat bagi para pasien tidak mampu. Obat resep dokter yang harus ditebus di apotek pun, dia tanggung.  Dana untuk menggratiskan para pasien diperoleh dari para donatur. Setiap orang bisa menjadi donator asal tak minta disebut namanya. Lo menolak bantuan dari sponsor yang minta disebut namanya. Sekali waktu tidak ada uang dalam rekening dana sosial. Tanpa banyak pertimbangan, Lo mengeluarkan duit dari kantong pribadi. 
      Selain mengulas sosok Lo yang sangat menjunjung tinggi misi sosial, buku  juga membahas ketajaman dan ketepatannya dalam mendiagnosis suatu penyakit. Buku bisa menjadi refleksi bagi para dokter untuk mengedepankan fungsi sosial di setiap praktik. Bagaimanapun profesi dokter adalah kerja sosial. Sekalipun mungkin tidak dengan menggratiskan biaya berobat seperti dr Lo, para dokter  dengan cara-cara lain dapat meringankan beban pasien miskin. Semoga dengan sikap sosial para dokter,  kualitas kesehatan rakyat  meningkat.
 
Dimuat di Harian Nasional Edisi Sabtu-Minggu 2-3 Juli 2016

n

No comments:

Post a Comment

Tata Tertib Berkomentar di Blog Ini:
-Dilarang promosi iklan
-Dilarang menyisipkan link aktif pada komentar
-Dilarang komentar yang berbau pornografi, unsur sara, dan perjudian